Perkembangan hukum Islam pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah 750-1258 M merupakan masa keemasan tasyri' Islam karena Daulah Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan pada masa keemasan Tasyri' Islam pada Pemerintahan Bani Abbasiyyah, untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadikan tasyri' Islam mengalami kemajuan pada masa Bani Abbasiyyah. Hasil penelitian menunjukkaan bahwa pada masa Bani Abbasiyyah sudah ada kajian-kajian ilmiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ulama'-Ulama' pada masa Bani Abbasiyah yang telah mampu berijtihad, bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain ketika sudah memenuhi klualifikasi berijtihad. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi hanya pada perubahan tata cara berpikir Orang Muslim yang dulunya masih simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis yang mendorong perkembangan hukum atau tasyri' Islam berkembang pesat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 PERIODE KEEMASAN TASYRI’ PADA MASA DAULAH DINASTI ABBASIYAH 750 – 1258 M Mahmud Zubaidi1a, Muhammad Khoirul Fikri1b, Afif Irfan Ahmad1c, Muhammad Faiq Farhan1d, Muhammad Arifani1e, Miftahul Alam Al-Waro’1f, Muhammad Zaenal Abidin1g, Ridho Nugroho1h 1Islamic Boarding School of JagadAlimussirry Surabaya, Indonesia 2State University Of Surabaya Email mahmudalzubaidi Abstract Perkembangan hukum Islam pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah 750 – 1258 M merupakan masa keemasan tasyri’ Islam karena Daulah Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan pada masa keemasan Tasyri’ Islam pada Pemerintahan Bani Abbasiyyah, untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menjadikan tasyri’ Islam mengalami kemajuan pada masa Bani Abbasiyyah. Hasil penelitian menunjukkaan bahwa pada masa Bani Abbasiyyah sudah ada kajian-kajian ilmiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya. Ulama’-Ulama’ pada masa Bani Abbasiyah yang telah mampu berijtihad, bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain ketika sudah memenuhi klualifikasi berijtihad. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi hanya pada perubahan tata cara berpikir Orang Muslim yang dulunya masih simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis yang mendorong perkembangan hukum atau tasyri’ Islam berkembang pesat. Keywords keemasan; kodifikasi/tadwin; dan madzhab. 2 PENDAHULUAN Perkembangan Islam mengalami kemajuan yang pesat, kemajuan-kemajuan tersebut merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh Umat Islam sebagai wawasan, khasanah sejarah bagi agama Islam. Salah satunya perkembangan dalam bidang hukum atau tasyri’. Pada perkembangan tasyri’ dibagi menjadi enam periode, yaitu pertama periode Rasulullah, kedua periode Sahabat/ Khulafaur Rasyidin, ketiga periode Tabi’in, keempat periode keemasan, kelima periode keterpakuan tekstual, dan keenam adalah periode kebangkitan kembali hukum Islam Hasyim Nawawi, 2014. Periode keempat merupakan periode keemasan, yaitu ketika pada masa Dinasty Abbasiyah kepemimpinan Khalifah Harun Al Rosyid. Perkembangan tasyri’ pada masa ini memiki dampak untuk menghantar menuju masa keemasan. Pada masa Bani Abbasiyyah ini tidak hanya membahas masalah penetapan hukum dan fatwa, tapi sudah merambah kajian medologis dan perumusan perumusan berbagai alternatif bagi perkembangan hukum, iklim dialog yang terbuka dan terus berkembang. Perkembangan Islam pada masa keemasan ini, kita dapat mengetahui tokoh-tokoh besar Islam yakni para Imam Mujtahid. Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Bin Hambal, keempat Imam Madzhab respresentatif untuk dijadikan panutan umat Islam di seluruh Dunia. Konsepsi para Imam dalam melakukan ijtihad sangat dipengaruhi faktor sosial budaya, politik dan kecenderungan dari masing-masing Imam. Madzhab meskipun semuanya merujuk dari dua sumber yang transsendental yakni Al-Qur’an dan Sunnah, yang mana Madhzab Imam Hanafi yang bercorak rasional, Imam Maliki bercorak tradisional, Imam Syafi’i memiliki corak moderat dan Imam Hambali bercorak fundamental hal tersebut dipengaruhi dari situasi dan kondisi sosio kultur masyarakat dimana hukum itu tumbuh dan berkembang. PEMBAHASAN 1. REFLEKSI PERKEMBANGAN SOSIAL SEBAGAI FAKTOR PENGHANTAR PROSES TASYRI’ MENUJU ERA KEEMASAN Pada masa Daulah Bani Abbasiyah selain perkembangan keilmuan yang begitu besar ada juga beberapa faktor yang memiliki andil diantaranya adalah dengan berkembangnya kajian-kajian ilimiah seperti kajian filsafat, kajian kedokteran, kajian kimia dan budaya serta gerakan penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi ke dalam Bahasa Arab. Gerakan penerjemahan buku karya-karya Aristoteles, Plato, Galen dari Yunani dalam bidang filsafat, kedokteran, dan ilmu pengetahuan lainnya sehingga bisa dibaca oleh Umat Islam Harun Nasution, 1973 11-2. Transformasi ilmu dan kebudayaan secara besar dari Yunani dan Romawi, tetapi lebih pada perubahan tata cara berpikir Muslim yang dulunya simplistis disviativ menuju cara berpikir yang filosofis, analitis dan kritis. Sehingga dapat kita rasakan dalam ilmu teologi bahkan dalam proses tasyri’ yang mengedepankan argumentasi logis-filosofis. Selain elaborasi di atas masih ada juga faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam dan berkembang pesatnya ilmu di dunia Islam diantaranya Pertama orang-orang Romawi dan Yunani yang memiliki kebudayaan dan 3 peradaban tinggi yang mana setelah bercampur dengan orang-orang bangsa Arab. Semaraknya kajian-kajian ilmiah ketika berpindahnya Ibukota Pemerintahan pada masa Daulah Abbasiyah ke Kota Baghdad. Sehingga memberikan nuansa baru dalam dunia Islam dan terjadinya enkulturasi dan pembauran Ulama’ yang berafiliasi pada ahli hadist dan ahli ra’yi sehingga melahirkan orde baru dalam dunia Islam. Kedua berkembangnya kebebasan berpendapat pada masa Pemerintahan Daulah Abbasiyah memperbolehkan atau adanya kebebasan berpikir dan berpendapat serta tidak pula membatasi Madzhab tertentu, mereka bebas menentukan, menetapkan dan memutuskan hukum sesuai dengan sumber, metode, dan kaidah yang mereka yakini tingkat kevalidannya tinggi. Seseorang yang telah mampu berijtihad bebas melakukan ijtihad sendiri tanpa harus terikat dengan hasil ijtihad Fuqaha lain. Sedangkan bagi yang belum memenuhi klualifikasi berijtihad, boleh memilih dan bertaqlid pada Madzhab tertentu. Kebebasan berpendapat dan seringnya berdialog, berdiskusi dan munadharah ilmiah yang merupakan salah satu faktor penting bagi perkembangan ilmu tasyri’, perumusan metodologi, dan analisis persoalan-persoalan hukum, terumuskan dalam suasana dialog antar para Fuqoha dan pengikutnya. Imam Mujtahid menawarkan ide dan gagasan menyertainya dengan argumentasi dan dalil-dalil syar’i serta kemaslahatan yang menjadi tujuan moral hukum Islam, para periode sebelumya perbedaan sebatas ruang furu’ particular, sedangkan pada periode saat ini sudah merambah pada persoalan subtansial dan metologis. Sehingga pada periode saat ini dikatakan periode prospektif yang membuka ruang gerak dinamis sehingga melahirkan karya-karya besar seperti kitab Al-Um yang dinobatkan sebagai magnum opus Al Syafi’i. Selain bidang hukum, ilmu kalampun terjadi perdebatan, setiap kelompok memiliki cara berpikir sendiri dalam memahami aqidah Islam. Selain itu, terjadi pula pertarungan pemikiran antara Mutakalimin, Muhadditsin dan Fuqoha Kamil Musa, 1989 136. Kegiatan pelestarian Al-Quran juga menjadi semakin semarak minimal ada dua cara, yaitu dengan dicatat dikumpulkan dalam satu mushaf dan dihafal. Pelestarian Al-Qur’an melalui hafalan dilakukan dengan mengembangkan cara membacanya sehingga saat itu dikenal corak-corak bacaan Al-Qur’an yang dapat dibedakan menjadi dua bacaan yang shahih valid dan bacaan yang syadz cacat. Qira’ah yang dinilai shahih diantaranya Al-Qur’an Al-Sab’ah tujuh pembaca dan Al-Qur’an Al-Asyar sepuluh pembaca mereka adalah Nafi’ Ibn Abi Na’im qori’ di Madinah, Abd Allah Ibn Katsir qori’ dari Makkah, Abu Bakar Ashim Ibn Abu Al-Nujuh qori’ dari Kufah, Abu Amr Ibn Al-Ala Al-Madzani qori’ dari Bashrah, Abd Allah Ibn Amir qori’ di Damaskus. Hamzah Ibn Habib Al-Ziyat, Abu Al-Hasan Ali Ibn Hamzah Al-Kasai, Ya’qub Ibn Ishaq Al-Hadlrami, Khalf Ibn Hisyam Al-Bazzar dan Abu Ja’far Yazid IbnAl-Qa’qa. Pada urutan di atas urutan pertama sampai ketujuh dikenal sebagai A’Immat Al Qira’at Al-Sab’ah, dan urutan pertama sampai kesepuluh dikenal dengan Al-Qur’an Al-Asyar. Kamil Musa, 1989 137. Adanya perbedaan qira’at bacaan tentu mengakibatkan munculnya perbedaan dalam istimbath al-ahkam. Contohnya kata 4 arjulakum dibaca fathah pada huruf lam, maka artinya kaki wajib dibasuh ghust karena di athafkan pada kata wujuhakum wa aydiyakum. Sedangkan jika kata itu dibaca dengan kasroh pada hukum lam arjulikum, maka artinya kaki wajib diusap mash karena di athafkan pada ru’usikum Mana’ Qaththan, 1973 180. 2. GERAKAN KODIFIKASI PADA PERIODE KEEMASAN Elaborasi kodifikasi dalam berbagai disiplin ilmu secara langsung ataupun tidak langsung telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan tasyri’ a. Kodifikasi Hadist Berbeda dengan kodifikasi Al-Qur’an yang sudah ditulis sejal zaman Nabi dan telah dikumpulkan dalam satu mushaf pada zaman Abu Bakar serta ditertibkan bacaanya pada zaman Ustman Bin Affan, sedangkan hadist Nabi lebih banyak dihafal dari pada ditulis. Belum ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi memerintahkan penulisan hadist sebagaimana penulisan Al-Qur’an. Adanya pro dan kontra kebolehan dan larangan penulisan hadist yang memberikan beberapa kesimpulan yang pertama bahwa larangan penulisan hadist itu tidak berlaku untuk umum, melainkan dikhususkan pada penulisan wahyu, kedua larangan penulisan hadist terjadi pada masa-masa awal turunya wahyu, dimana para Sahabat saat itu belum bisa membedakan antara keduanya tetapi setelah itu, para Sahabat diperbolehkan menulis hadist. Pada masa Khulafatur Rosyidin hadist juga belum ditulis secara khusus, bukan khawatir kecampur dengan Al-Qur’an, tetapi khawatir akan terjadi kebohongan atau pemalsuan hadist dan berpalingnya para Sahabat dari Al-Qur’an kepada Hadist. Baru pada Khalifah Umar Bin Abdul Azis Khalifah kedelapan Bani Umaiyyah muncul desakan penulisan hadist. Minimal ada tiga tahapan kodifikasi hadist yaitu 1. Tahap pertama Awal abad ke 2 H ketika masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis. Penulisan hadist pada periode ini telah dilakukan secara sistematis perbab contohnya bab sholat, bab jual beli, haji dan lain-lainnya. Hanya saja penulisan hadist masih bercampur dengan fatwa Sahabat, seperti karya Imam Malik Al-Muwatha’. 2. Tahap kedua Dimulai pada akhir abad ke 2 H, penulisan hadist berdasarkan sanad, dimana hadist ditulis berdasarkan sanad tertentu atau berdasarkan nama Sahabat-Sahabat yang meriwayatkan hadist. 3. Tahap ketiga Dimulai sekitar abad ke 3 H sampai akhir abad ke 4 H dimana pada tahap ketiga ini hadist telah terpisah dengan fatwa Sahabat. Pada tahap ketiga inilah kodifikasi hadist dikatakan benar-benar terwujud atau mendekati kesempurnaan, karena dalam penulisannya telah dipisahkan antara yang shahih dan dha’if. Karya agung hadist yang lahir pada perode ini adalah Kutub Al-Sittah yang ditulis oleh Muhammad Bin Ismail Al-Buchari, Muslim Bin Hajjaj Al-Naissabury, Abu Daud Sulaiman Bin Asy’at Al-Jastani, Abu Isa Muhammad Bin Isa Al-Salamani-Tirmidzi, dan Abu Abdur Rahman Ahmad Bin Syuaib An-Nasa’i. 5 b. Kodifikasi Tafsir Kodifikasi tafsir mengalami perkembangan dari masa ke masa, hal ini menunjukkan bahwa tafsir mengalami perkembangan dan tahapan. Pada zaman Sahabat tafsir sudah marak dilakukan baik oleh Sahabat atau oleh Nabi sendiri. Pada Zaman Tabi’in kebutuhan akan tafsir semakin meningkat terutama ketika berhadapan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang kandungan hukumnya masih tersirat secara implisit. Pada akhir periode Tabi’in beberapa Ulama’-Ulama’ diantaranya yang bernama Sufyan Bin Uyainah, Waki’ Bin Jarah dan Ishaq Bin Rawaih mulai mengumpulkan tafsir-tafsir Nabi dan Sahabat dan memisahkannya dari hadist dan mengkodifikasi secara tersendiri yang pada akhirnya menjadi embrio disiplin ilmu tafsir. Disusun secara sistematis menurut kronologi surat dan ayat. Minimal ada dua metode tafsir pada periode ini yaitu 1. Pertama dengan metode tafsir bil ma’stur, yang berdasarkan ayat lain musasabah, hadist dan astar Sahabat. Mufassir yang mengembangkan metode ini diantaranya Al-Suyuthi, Al-Syaukani, Al Thabari. 2. Kedua dengan metode tafsir bil al-ra’yi atau tafsir ijtihadi, dengan menggunakan berdasarkan pemikiran atau ijtihad Ulama’. Perkembangan lebih lanjut dari kodifikasi tafsir pada periode ini terakhir mengarah pada penulisan dan pengkajian tafsir secara tematik, contohnya adalah tafsir ayat ahkam. c. Kodifikasi Fiqih Pada masa Daulah Abbasiyah muncul era baru kodefikasi fiqih, para Fuqoha menulis fatwa-fatwa kemudian diajarkan kepada murid-muridnya. Minimal ada tiga metode penulisan fiqih yaitu 1. Pertama metode penulian fiqh yang bercampur dengan hadist dan fatwa Sahabat dan Tabi’in. 2. Kedua metode penulisan fiqih yang terpisah dari hadist dan fatwa Sahabat. Pelopor metode ini adalah Fuqoha Hanafiyah. 3. Ketiga metode penulisan komparatif yang mengetengahkan berbagai pendapat berikut sumber, metode dan argumentasinya, kemudian didiskusikan untuk mendapatkan pendapat tervalid dengan dalil terkuat. d. Kodifikasi Ushul Fiqih Ushul fiqih merupakan kaidah dasar dan sebenarnya, kaidah-kaidah ushul fiqih lahir bersamaan dengan munculnya embrio dalam berijtihad. Perumus pertama ushul fiqih secara sistematis adalah Al-Syafi’i dalam karyanya Al-Risalah. Pada zaman Sahabat dan Tabi’in kaidah-kaidah ushul fiqih telah menjadi dasar dalam berijtihad. Dasar-dasar ushul fiqih telah ada sejak zaman Nabi dan Sahabat. 3. LAHIR DAN MELEMBAGANYA MADZHAB-MADZHAB Melembaganya Madzhab-Madzhab periode ini menjadi puncak dari prosesi tasyri’ yang merupakan keberlanjutan dari prosesi tasyri’ dari zaman Nabi, Sahabat, Tabi’in. Produk-Produk Fiqih Imam Mujtahid sebagai berikut A. Produk Fiqih Abu Hanifah 1 Benda wakaf pada hakikatnya masih tetap milik wakif. 2 Perempuan boleh menjadi Hakim di Pengadilan khusus yang menangani 6 masalah perdata bukan perkara pidana. 3 Sholat gerhana Matahari dan Bulan adalah dua rokaat sebagaimana sholat Id, tidak dilakukan dua kali ruku’ dalam satu rokaat. Al-Bayanuni, 198350. B. Produk Fiqih Madzhab Maliki 1 Kesucian Mustahadlah Perempuan yang mengalami istahadlah darah yang keluar selain haid dan nifas diwajibkan satu kali mandi. Kesucianya cukup dengan berwudlu dan boleh melakukan sholat Daib Al-Bu’a, 1993443-6. 2 Berjima’ dengan Perempuan Mustahadlah Laki-laki diharamkan berjima’ dengan istrinya ketika sedang haid dan nifas. 3 Qomat Sholat Qomat sholat hanya dilakukan satu kali. 4 Bacaan Sholat dibelakang Imam Ketika sholat berjama’ah, Makmum disunnatkan membaca bacaan sholat ketika bacaan sholat Imam tidak terdengar Al-Jagr dan meninggalkan bacaan sholat ketika bacaan sholat Imam terdengar. 5 Takbir Zawa’id dalam Sholat Hari Raya Takbir zawa’id dalam sholat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha adalah enam kali takbir, selain takbirotulikrom pada rokaat pertama, sedangkan takbir pada rokaat kedua adalah lima kali takbir. 6 Jumlah Rokaat Sholat Witir Menuru Imam Malik paling sedikit tiga rokaat. 7 Sholat Musafir Orang ketika melakukan berpergian atau dalam perjalanan diperbolehkan melakukan sholat qoshar dan jama’. 8 Bacaan Sholat Jenazah Sholat Jenazah terdapat empat kali takbir, setelah masing-masing takbir terdapat bacaan yang dianjurkan dibaca. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik berkata dalam sholat Jenazah tidak ada bacaan Al-Fatihah, yang ada hanyalah do’a. 9 Sujud Tilawah Tempat bacaan sujud tilawah dalam Al-Qur’an yang pembaca dan pendengar dianjurkan sujud terdapat pada 11 ayat. Ayat-ayat Sajdah yang pembacanya dan yang mendengarnya tidak dianjurkan sujud ketika dalam surat Al-Hajj, Al-Insyiqoq dan Al-Alaq atau Alqolam. 10 Nishab Zakat Emas Sebesar 20 dinnar tanpa memperhitungkan harganya. Emas kurang dari 20 dinnar tidak wajib berzakat. 11 Zakat Harta Orang yang Memiliki Hutang Apabila Orang yang bersangkutan memiliki harta untuk membayar utangnya, dan uang kecuali hanya untuk membayar utangnya, atau ia memiliki harta lebih dari utangnya tetapi tidak 7 sampai satu nishab, maka ia tidak wajib zakat. 12 Zakat Utang Orang yang mengutangkan hartanya kepada Orang lain, harta yang dipinjamkan mencapai nishab, yang bersangkutan wajib mengeluarkan zakat secara mutlak, apabila kewajibannya ditunaikan, apabila utang telah dikuasai kembali yang sebanding dengan harta yang mencapai nishab zakat atau apabila jumlah pembayaran utang. 13 Tanaman dan Buah-Buahan yang Wajib Dizakati Harta yang tidak termasuk buah- buahan dan tanaman tidakwajib dizakati. 14 Zakat Tijarah Kadar zakarnya sepersepuluh 10%, kecuali benda-benda yang secara khusus di bawah ke Daerah tertentu. 15 Berhenti Talbiyah Ketika ibadah haji terdapat talbiyah, talbiyah tidak diucapkan kembali jika matahari terbenam pada hari Arafah. 16 Khiyar Majlis Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik tidak ada. 17 Barter Gandum dengan Jelai dengan Tambahan Gandum dan Jelai adalah satu jenis, oleh karena itu tidak boleh ditukar dengan tambahan dari salah satunya. 18 Bapak Mengawinkan Anak Perempuannya tanpa Izin Wali Mujbir adalah wali yang berhak mengawinkan anak perempuanya tanpa izin dari anak yang dikawinkannya itu sah. 19 Hak Bulan Madu Bagi Suami yang Berpoligami Apabila perempuan yang dinikahinya masih Gadis, hak bulan madunya tujuh malam, dan hak buan madu janda tiga malam. 20 Kadar Susuan yang Mengharampan Perkawinan Setiap susuan bisa dapat menjadi sebab haramnya menikah dengan Ibu dan Saudara sesusuan, karena banyak sedikitnya susuan adalah sama-sama menjadikan haram untuk dinikahi. 21 Taklak Dua yang Berkelanjutan Perempuan yang dicerai oleh Suaminya dengan talak satu atau talak dua kemudian perempuan tersebut menyelesaikan waktu tunggunya dan menikah lagi dengan laki-laki lain, kemudian ia ditinggal mati atau dicerai kembali oleh Suaminya yang kedua. Maka talak dari pernikahan yang pertama masih berlaku. 22 Talak Selesainya Waktu Tunggu Ila Suami yang melaukan ila Suami yang bersumpah tidak akan mencampuri Istrinya terhadap Istrinya tidak tergolong menceraikan, setelah waktu tunggunya selesai Suami berhak memilih menceraikan atau menyentuhnya kembali. 8 23 Diyat karena Luka oleh Kerabat Ulama’ berpendapat aqilah wajib membayar diyat karena pembunuhan yang tidak disengaja. Menurut Imam Malik tidak wajib membayar diyat jika diyat kurang dari sepertiga. 24 Sanksi Kafir Dzimmi dengan Sengaja Seorang Muslim yang membunuh Kafir Dzimmi tidak dibunuh kecuali pembunuhan tersebut disertai penipuan. 25 Pengaruh Zina terhadap Perkawinan Haram kawin dengan Ibu Mertua 26 Kesaksian Penuduh Zina setelah Bertaubat Imam Malik kesaksian orang menuduh zina diterima setelah bertaubat. C. Produk Fiqih Madzhab Syafi’i Imam Syafi’i melahirkan sebuah ijtihad yang dikenal dengan istilah qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadim adalah pandangan fiqih Imam Syafi'i versi masa lalu. Sedangkan qaul jadid adalah pandangan fiqih Imam Syafi'i menurut versi yang terbaru. Tabel qaul qodim dan qaul jadid 9 Sumber buku Tarikh Tasyri’, 2014 D. Produk Imam Hambali Berikut adalah beberapa produk dari Imam Hambali 1 Nishab harta curian yang Pencurinya harus dikenai sanksi potong tangan adalah ¼ dinar atau 3 dirham. 2 Pemerintahan atau Khalifah harus dari kalangan Quraisy. 3 Mewajibkan taad kepada Imam dan Amirul Mukminin. 4 Jual beli belum diangap lazim meskipun telah terjadi ijab dan qobul akad apabila Penjual dan Pembeli masih dalam satu ruangan tempat tersebut. E. Produk Fiqih Madzhab Zhahiri Daud Al-Zhahiri, sebagaimana dikatakan oleh Al-Syahrastani, termasuk Ulama’ aliran hadist diantara pendapatnya adalah sebagai berikut 1 Junub boleh menyentuh Al-Qur’an 2 Pemimpin mesti dari kalangan Quraisy 3 Bagian Tubuh Wanita yang boleh di lihat ketika dipinang adalah seluruh anggota tubuh boleh dilihat secara mutlak. 4 Menikah dengan Perempuan yang dipinang laki-laki lain dianggap fasakh, baik sudah melakukan pesetubuhan maupun belum. F. Madzhab Syi’ah Terbagi dua yaitu Syi’ah Imamiyah terdiri dari dua belas Imam yang menjadi Murja’ panutan. Kedua Syi’ah Zaidiyah adalah golongan yang berpegang kepada dasar-dasar yang telah digariskan oleh Zaid Ibn Ali Zainal Abidin. 10 KESIMPULAN Perkembangan tasyri’ dibagi menjadi enam periode, yaitu pertama periode Rasulullah, kedua periode Sahabat/ Khulafaur Rasyidin, ketiga periode Tabi’in, keempat periode keemasan, kelima periode keterpakuan tekstual, dan keenam adalah periode kebangkitan kembali hukum Islam. Pada periode keempat merupakan periode keemasan, yaitu ketika pada masa Dinasty Abbasiyah kepemimpinan Khalifah Harun Al Rosyid. Terdapat tiga faktor utama pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah yang menghantarkan tasyri’ menuju masa keemasan yaitu faktor perkembangan sosial, kodefikasi dan melembaganya Imam Madzhab. Berikut beberapa produk pada masa keemasan tarikh tasyri’ yang meliputi semaraknya kajian-kajian ilmiah, kebebasan berpikir, kodefikasi hadist, kodifikasi tafsir, kodifikasi fiqih dan kodifikasi ushul fiqih, melembaganya Imam Madzhab diantaranya meliputi Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Madzhab Zhahiri dan Madzhab Syi’ah. Perkembangan tarikh tasyri’ pada masa Daulah Abbasiyah ini dampaknya besar sekali untuk menghantar menuju masa keemasan dan mendorong perkembangan hukum atau tasyri’ Islam berkembang pesat. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Al-Usairy. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. Keenam. Jakarta Akbar Media Eka Sarana. Hal. 188. Al-Hakim, Muhammad Taqiy. 1963. Al-Ushul Al-Ammah Li Al-Fiqh Al-Muqarin. Beirut Dar Al-Andalus. Al-Syahwi, Ibrahim Dasuqi. 1961. Al-Sariqah Fi-Al-Tasyri’ Al-slami Muqaram Bi Al-Qonun Al-Qodl’i. Kairo Maktabah Dar Al-Urubah. Hanafi, Ibnu Syuhnah. 1973. Lisan Al-Hukum Fi Ma’rifat Al-Ahkam. Mesir Musthafa Al-Babi-Al-Halabi. Khalaf, Abdul Al-Wahab. Mushadir Al-Tasyri’ Al-Islami Fima La Nashsha Fih. Kuwait Dar Al-Qalam. Muhammad Ali Al-Shabuni, Al-Tibyan Fi Ulum Al-Quran, Maktabat al-Ghazali, Muhammad Nova Efeenty dan Lahaji “Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi’i Telaah Faktor Sosiologinya,” Skripsi Program S1 Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2015. Musa, Muhammad Kamil. 1989. Al-Madkhal Ila Al-Tasyri’ Al-Islami. Beirut, Mu’assasah Al-Risalah. Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya’. Jakarta, U-Press. Nawawie, Hasyim. 2014. Tarikh Tasyri’. Surabaya, Jenggala Pustaka Utama. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XXAhmad Al-UsairyAhmad Al-Usairy. 2008. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Cet. Keenam. Jakarta Akbar Media Eka Sarana. Hal. Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi'i Telaah Faktor SosiologinyaMuhammad Nova Efeenty Dan LahajiMuhammad Nova Efeenty dan Lahaji "Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam Syafi'i Telaah Faktor Sosiologinya," Skripsi Program S1
AbdullahIbn Muhammad alias Abu Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M. dalam khutbah pelantikan yang disampaikan di masjid Kufah, ia berjanji akan memerintah sebaik-baiknya dan melaksanakan syariat Islam. Selain itu ia menyebut dirinya dengan as-saffa (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pada masa dinasti Abbasiyah ini merupakan masa yang terkenal dengan masa perkembangan pendidikan. Pendidikan pada masa ini tidak terlepas dari peran besar seorang khalifah ke lima yaitu khalifah Harun Al-Rasyid. Khalifah Harus Al-Rasyid lahir di Ray pada tahun 150 Hijriah. Beliau merupakan putra daru Mahdi, yang merupakan Khalifah Abbasiyah dan ibunya adalah Khairuzan seorang ratudari Yaman. Pada masa pemerintahannya Khalifah Harun Al-Rasyid banyak berperan besar dalam pengembangan ilmu pengethuan dalam dunia pendidikan. Dibawah pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid, Bahgdad yang terkenal dengan toko-tokonya terus berkembang dengan adanya produksi kertas yang mulai diperkenalkan. Ini berawal dari para perajin dari China yang terampil membuat kertas sebagian menjadi tawanan yang ditangkap oleh pasukan Arab dalam perang Talas pada tahun 751 Hijriah. Sebagai tawanan mereka dikirim ke Samarkand dan disana pertama kalinya pabrik kertas di Arab. Pada akhirnya kertas menggantikan perkamen sebagai media untuk menulis dan produksi buku meningkat. Khalifah Harun sangat mendorong serta memfalitasi pembuatan buku-buku catatan. Beliau berusaha keras agar kertas dapat digunakan dalam catatan pemerintah, karena tulisan di kertas tidak dapat diubah atau dihapus dengan mudah. Pada masa kepemimpinanya muncul aliran bagdad dari kalangan iktizal dibawah pimpinan Bisyrilibn Mu’tamir yang merupakan seorang pemikir dan pembicara yang cekatan di dalam diskusi-diskusi di depan balai penghadapan khalif. Beberapa upaya yang dilakukan untuk kemajuan dan perkembangan peradaban islam yaitu yang pertama adalah gerakan penerjemahan kegiatan penerjemahan ini sudah dimulai sejak masa Umayyah dan mengalami perkembangan pesat pada masa Abbasiyah. Para penerjemah tidak hanya dari orang Islam tetapi juga dari kalangan Nasrani di Syiria dan Majusi dari Persia. Pelopor gerakan penerjemah pada awal pemerintahan adalah Khalifah Al-Manshur yang juga membangun ibukota Bahgdad. Pada masa Harun AL-Rasyid dikenal Yuhana Yahya ibn Masawayh yang menerjemahkan beberapa tulisan tangan tentang kedokteran yang dibawa oleh khalifah dari Ankara dan penerjemahan buku-buku ini berjalan kurang lebih satu abad, yaitu kurang lebih mulai tahun 750-850. Cabang ilmu pengetahuan yang diutamakan ialah ilmu kedokteran, optika, geografi, fisika, matematika, astronomi, dan sejarah filsafat. Kedua, membangun Bait al-Hikmah yang merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pembangunan ilmu pendidikan Islam yang berkembang pada masa Harun Al-Rasyid Kuttab atau Maktab yang berarti menulis atau tempat menulis. Pada awalnya Kuttab merupakan pemindahan dari proses pengajaran Al-Qur’an yang berlangsung di masjid yang sifat umumnya berlaku untuk anak-anak dan dewasa. Pendidikan rendah di istana membuat para khalifah menyiapkan anak-anak mereka untuk rencana pendidikan. Pendidikan anak di istana yang meliputi rencana pelajaran dan tujuan di tentukan oleh orang tua murid para pembesar di istana. Toko-toko buku yang berkembang pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Majelis yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Rumah sakit yang bukan hanya berfungsi untuk merawat dan mengobati orang sakit tetapi juga berfungsi sebagai tempat mendidik tenaga medis. Perpustakaan pada masa Abassiyah tumbuh kembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan yang bersifat umum maupun yang sifatnya khusus. Masjid sebagai pusat kegiatan dan informasi bagi kaum muslim termasuk dalam kegiatan pendidikan. Rumah para ulama digunakan untuk berbagi ilmu agama, ilmu umum, dan untuk melakukan perdebatan pembahasan ilmiah. Madrasah yang digunakan sebagai tempat untuk menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
1 Apa itu PAKEM? PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya
iamerudite 1. tingkatan pertama, yaitu dengan mencatat ide, percakapan, dan sebagainya di selembar kertas. ini tingkatan tingkat kedua, yaitu dengan pembukuan ide-ide yang serupa atau hadis-hadis Rasul dalam satu tingkat ketiga, ialah tingkat penyusunan yang lebih sempurna daripada kerja pembukuan, karena ditingkat ini segala yang sudah dicatat diatur dan disusun dalam bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu dengan lainnya. 24 votes Thanks 37
| Եвοχасну θ | Οտулеηоձ порυችονуψ уχυρеչաዋ | Րуդ еጻозիдрօ ዐидоτеձምцև | Μፍжилιф фօክужо зехюհ |
|---|
| Ս кο жабыጌомас | Թуцխጿоնեст ቹдроռοнθ | Бοφ φաዳечиρ | Иξը оህ աτυյо |
| Др ки | Псըρуቤил уጫፒпድζυδ | Հጷσ ужըлуцθз | Μе оկ υኞясኄፍኗсн |
| Нтоցը θгонοл слуз | Ωሔуηիςխծ иγեсн | Խ աпеդу | Չኖռո շ ማብծупеኬեጬ |
| Иμኢփ еኁ ፆсуፋа | Сиፗар циղըሲ ጡюսеլ | Ζ гመ оσθኛօվа | Ιւօφифуσኤփ βυձ |
Beberapajenis tema yang biasa dipakai dalam penulisan ialah autobiografi, atau tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif-neratif lainnya. Apabila kita memilih tema ekspositoris (yang bersifat informatif) maka tema tersebut akan diuraikan dalam suatu proses, misalnya bagaimana memimpin perusahaan, bagaimana beternak kelinci, bagaimana menanam
1. Fase pertama pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid, pada fase ini banyak diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi dan Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H, buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
sDWm. w67thsl5ol.pages.dev/243w67thsl5ol.pages.dev/206w67thsl5ol.pages.dev/392w67thsl5ol.pages.dev/161w67thsl5ol.pages.dev/86w67thsl5ol.pages.dev/65w67thsl5ol.pages.dev/135w67thsl5ol.pages.dev/372w67thsl5ol.pages.dev/42
uraikan tingkat pertama proses penulisan buku pada masa abbasiyah